Pages

Rabu, 26 September 2012

Kisah Negeri Tikus #3


ADA TIKUS DI LUMBUNG BERAS
Oleh : Budhis nataprawira
Say NO to RATS image taken from  attic-rats.com 
Se-ngaco-ngaconya pemimpin republik tikus, ia masih memiliki keberpihakan pada rakyat kecil. Ini dibuktikan dengan kebijakan negara tikus untuk  menyediakan beras khusus bagi mereka yang sangat tidak mampu. Namanya juga fasilitas khusus, harga yang dijual  hanya setengah dari harga pasar yang berlaku  untuk kualitas beras yang cukup baik.

Tetapi, dasar naluri tikus yang tak pernah berhenti mengerat.  Meski fasilitas ini diberikan negara untuk kaum tak mampu, selalu saja  dibuat kesempatan oleh oknum tikus yang bertujuan memperkaya diri.  Tikus bernama Amat adalah salah satu contohnya.  Tikus tokoh alim ulama yang diberi kepercayaan  mengelola  beras miskin oleh pemerintah desa Bojongkembar.

Modus yang dilakoni  tikus yang satu ini  cukup sederhana,  Beras yang  ditebus dari gudang beras  dengan satuan kilogram  ternyata dijual dengan satuan liter. Kelebihan  duapuluh persen sudah ditangan.  Belum selisih harga  yang dari harga beli  seribu enam ratus rupiah dijual ke pengelola tingkat  rukun tetangga sebesar dua ribu rupiah.

Hampir semua  desa di republik tikus melakukan hal yang sama. Meski  pemerintah daerah  memberikan subsidi  untuk biaya operasional, tetap saja  rata-rata dari mereka  melakukan mark up harga.  Sudah menggerogoti uang negara,  hak rakyat  miskin diambil juga.

Yang sangat keterlaluan adalah tikus-tikus pengelola raskin  di  sentra  produsen beras. Negara tidak membeda-bedakan fasilitas  untuk  desa sentra penghasil beras ataupun bukan.  Keuntungan besar  diraih  pengelola  beras miskin di desa sentra penghasil beras.

Modusnya luar biasa hebat.  Delivery order yang ditebus dengan harga sangat murah itu  langsung dijual ke  tengkulak beras.  Beras  untuk rakyat miskin itu  dinikmati bulat-bulat  oleh para pengelola raskin tingkat desa. Banyak kepala desa  yang suka cita menikmati keadaan ini.

Nyaris semua desa di negeri tikus  menjadikan  fasilitas negara untuk kaum miskin ini sebagai ajang bisnis  untuk memperkaya diri. Keuangan desa yang minim dijadikan kesempatan  dengan cara mengajak kerjasama pemodal  untuk menebus delivery order beras untuk kaum miskin.  Konsekuensinya jelas, pemodal adalah mereka yang berorientasi mencari untung. Uang mereka bekerja  dengan cara mengeksploitasi  hak-hak  rakyat miskin.

Jadi, memang jangan berharap ada hati nurani  disebuah republik imajiner negeri tikus.   Nyaris semua sektor penyelenggaraan negara tak luput dari upaya para tikus untuk  mengerat.  Manusia, akhirnya sama saja seperti tikus  ketika tidak ada moralitas dan rasa amanah.  Bedanya dengan tikus tipis saja. Tikus mengerat demi  kelangsungan hidup  mereka, karena gigi tikus akan terus tumbuh dan mematikan diri sendiri tatkala  tidak digunakan untuk mengerat.  Tetapi, manusia mengerat  hak rakyat untuk memperkaya diri.

0 komentar:

Posting Komentar