ADA TIKUS DI LUMBUNG BERAS
Oleh : Budhis
nataprawira
Say NO to RATS image taken from attic-rats.com |
Se-ngaco-ngaconya
pemimpin republik tikus, ia masih memiliki keberpihakan pada rakyat kecil. Ini
dibuktikan dengan kebijakan negara tikus untuk
menyediakan beras khusus bagi mereka yang sangat tidak mampu. Namanya
juga fasilitas khusus, harga yang dijual
hanya setengah dari harga pasar yang berlaku untuk kualitas beras yang cukup baik.
Tetapi, dasar
naluri tikus yang tak pernah berhenti mengerat.
Meski fasilitas ini diberikan negara untuk kaum tak mampu, selalu
saja dibuat kesempatan oleh oknum tikus
yang bertujuan memperkaya diri. Tikus
bernama Amat adalah salah satu contohnya.
Tikus tokoh alim ulama yang diberi kepercayaan mengelola
beras miskin oleh pemerintah desa Bojongkembar.
Modus yang
dilakoni tikus yang satu ini cukup sederhana, Beras yang
ditebus dari gudang beras dengan
satuan kilogram ternyata dijual dengan
satuan liter. Kelebihan duapuluh persen
sudah ditangan. Belum selisih harga yang dari harga beli seribu enam ratus rupiah dijual ke
pengelola tingkat rukun tetangga sebesar
dua ribu rupiah.
Hampir semua desa di republik tikus melakukan hal yang
sama. Meski pemerintah daerah memberikan subsidi untuk biaya operasional, tetap saja rata-rata dari mereka melakukan mark up harga. Sudah menggerogoti uang negara, hak rakyat
miskin diambil juga.
Yang sangat
keterlaluan adalah tikus-tikus pengelola raskin
di sentra produsen beras. Negara tidak membeda-bedakan
fasilitas untuk desa sentra penghasil beras ataupun
bukan. Keuntungan besar diraih
pengelola beras miskin di desa
sentra penghasil beras.
Modusnya luar biasa
hebat. Delivery order yang ditebus
dengan harga sangat murah itu langsung
dijual ke tengkulak beras. Beras
untuk rakyat miskin itu dinikmati
bulat-bulat oleh para pengelola raskin
tingkat desa. Banyak kepala desa yang
suka cita menikmati keadaan ini.
Nyaris semua desa
di negeri tikus menjadikan fasilitas negara untuk kaum miskin ini
sebagai ajang bisnis untuk memperkaya
diri. Keuangan desa yang minim dijadikan kesempatan dengan cara mengajak kerjasama pemodal untuk menebus delivery order beras untuk kaum
miskin. Konsekuensinya jelas, pemodal adalah
mereka yang berorientasi mencari untung. Uang mereka bekerja dengan cara mengeksploitasi hak-hak
rakyat miskin.
Jadi, memang jangan
berharap ada hati nurani disebuah
republik imajiner negeri tikus. Nyaris
semua sektor penyelenggaraan negara tak luput dari upaya para tikus untuk mengerat.
Manusia, akhirnya sama saja seperti tikus ketika tidak ada moralitas dan rasa
amanah. Bedanya dengan tikus tipis saja.
Tikus mengerat demi kelangsungan
hidup mereka, karena gigi tikus akan
terus tumbuh dan mematikan diri sendiri tatkala
tidak digunakan untuk mengerat.
Tetapi, manusia mengerat hak
rakyat untuk memperkaya diri.
0 komentar:
Posting Komentar