Negeri Tikus Yang
Tendensius.
Oleh : Budhis Nataprawira
Selalu ada yang tersindir, bahkan
marah ketika membaca tulisan di Negeri Tikus. Bahkan, ada yang menuduh tulisan
di Negeri Tikus itu tendensius, menjatuhkan nama baik seseorang, atau
menyebarkan bau busuk. Hm, soal
tendensius rasanya semua orang sepakat
bahwa itu benar. Tak ada yang tidak
tendensius dari tulisan di Negeri Tikus.
Tetapi, kalau menjatuhkan nama baik seseorang, hm… belum tentulah. Nama baik seseorang yang kebetulan
perilakunya sama dengan yang diungkap di
Negeri Tikus bukan jatuh lantaran rubrik ini. Tentu, ia jatuh karena perilakunya
sendiri yang berbau busuk. Tulisan di
Negeri Tikus barangkali hanya menyampaikan bahwa bau busuk itu ada, persis
seperti kentut. Tercium tapi tak
terlihat.
Sangat jelas semua tulisan di rubrik
ini tendensius. Lihat saja tulisan edisi
lalu yang berjudul “Pemimpin Baru Negeri Tikus”. Tendensi tulisan ini sangat gambling.
Pemimpin baru hasil pilkada adalah
inkamben yang selama memimpin memiliki indikator keberhasilan semu. Pemimpin baru tak akan membawa perubahan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pemimpin baru tak akan menghasilkan
aparatur yang bersih dari korupsi. Sebuah pendapat pribadi, tentu saja. Mungkin akan banyak orang yang tidak
sependapat. Mungkin pula lebih banyak
orang yang sependapat, he he. Tak perlu
kajian ilmiah untuk pendapat ini, karena pendapat tadi bukan karya ilmiah,
apalagi disertasi untuk gelar Doktor.
Peernyataan diatas juga bukan
pidato ilmiah untuk sebuah gelar
professor. Jadi, tak perlu ada
kajian ilmiah untuk membuktikan
kebenarannya.
Lalu, seseorang berbisik. Ada seorang yang mengaku tokoh intelektual
religius yang tersinggung oleh tulisan
dua edisi lalu. Tulisan itu berjudul “Asal Bukan Orang Jampang”. Hm, syukurlah kalau tersinggung. Itu berarti hati nuraninya belum mati. Tulisan itu memang sangat tendensius. Tendensinya sangat gambling, ada tokoh yang
terlihat hebat tapi sebetulnya tak
hebat. Kalau ia teriak tikus kepada
tokoh papan atas di kota Sukabumi, maka ia sebenarnya mungkin lebih tikus. Aibnya saja yang belum dibukakan oleh
Allah Yang Maha Menyempitkan pandangan dan pemikiran manusia.
Jadi, memang tak terbantahkan
bila tulisan di Negeri Tikus adalah
tendensius. Kalau ada seseorang yang tersinggung oleh tulisan di rubrik Negeri Tikus, tentu ia layak untuk marah. Tapi, jika banyak orang beranggapan bahwa ia tak layak ikut bursa pilkada kota, ha .. ha… ha…., itu bukan karena tulisan di
Negeri Tikus. Itu tentu karena
kapabilitas pribadinya. Rubrik Negeri
Tikus di redguerillas.blogspot.com saat ini masih terlalu kecil untuk menyebarkan
bau busuk seorang tikus calon pemimpin kota.
Kalau ada tokoh papan atas kota
Sukabumi yang tersinggung oleh tulisan
“Asal Bukan Orang Jampang”, lagi-lagi, ia layak untuk marah. Tapi, lagi-lagi
harus disampaikan bahwa Negeri
Tikus masih terlalu kecil untuk jadi sandungan dalam ambisi ikut bursa
pemilihan walikota Sukabumi. Jadi, santai saja. Tak perlu repot repot ngurusi
orang kecil yang seringkali menjadi
pemikir kecil di Negeri Tikus. Lalu, kalau
walikota meminta agar para wartawan tidak mengabarkan berita
bohong, ah… ini harus disetujui. Tetapi, maaf, Negeri Tikus tak pernah menyiarkan
berita. Tulisan di Negeri Tikus hanya
cerita yang bisa bohong, bisa imajiner, bisa
juga hanya issue yang bersumber
dari obrolan tukang becak di warung kopi.
Hm, meski kadang ada benarnya
juga. Para pembaca juga tahu akan hal
itu.
Tetapi, jika ada orang Jampang
yang marah karena tulisan “Asal Bukan Orang Jampang”, maka
saya benar-benar harus minta maaf.
Saya mengaku salah dalam membuat judul tulisan. Seharusnya, tulisan itu saya beri judul,
“Asal Bukan Tikus”, he he he. Saya akan
mendukung jika ada orang Jampang yang
berniat ikut pemilihan walikota Sukabumi. Asal ia bukan tikus, tentu saja !.
Jadi, kesimpulannya adalah satu. Saya harus membenarkan bahwa tulisan di Negeri Tikus adalah tendensius. Harus tendensius. Insya Allah akan selalu tendensius, titik.
0 komentar:
Posting Komentar