SF JANGAN BIKIN GERAH !
Oleh: Budhis nataprawira
againts the rats ilstr taken from howsmanycows.com |
Ini sebuah penegasan. Cerita ini
datang dari sebuah begeri
imajiner yang bernama negeri tikus. Kadang ada yang gerah, kadang ada yang tersindir.
Bahkan, pernah ada yang begitu marah.
Tapi, ini hanya cerita.
Sangat boleh jadi mengisyaratkan sebuah fakta atau realita. Tetapi, sekali lagi ini hanyalah sebuah cerita. Tak perlu fakta,
bukti investigasi atau pernyataan dari pihak yang mungkin akan tersindir. Ini cerita dari negeri tikus, bos. Dan para pelakunyapun tikus. Tahu kan
tikus ?. Ah, pasti tahulah. Maksudnya
tikus sebagai binatang pengerat. Ia akan
selalu mengerat, mengerat, dan mengerat
apapun yang berada
disekelilingnya.
Sebagai binatang pengerat, para
tikus benar benar termanjakan
di sebuah kota yang bernama Bumi. Kota
ini memang kecil, sehingga pilar-pilar
utama yang berperan dalam pembangunan kota sangat “manageable”. Waduh, baru kali ini
cerita negeri tikus menggunakan istilah
yang sepertinya gaya . Padahal, sungguh, megeri kita kaya dengan padanan kata. Ah banyak orang yang tidak tahu bahwa
menampilkan istilah yang terlihat gaya seringkali membuat tertawa. Padahal, ia sama sekali tidak
sedang melucu. Jadi istilah itu diganti saja.
Bukan manageable, melainkan tak terlalu
sulit untuk dikelola. Ini memang kota
kecil. Anggaranpun hanya sekotar 600 milyar pertahun.
Anggaran untuk penyelenggaraan kotapun menjadi kue yang amat gurih untuk
dikerat. Semua sektor dan
Organisasi Perangkat Dinas tak lepas
dari upaya para tikus untuk mengerat anggaran kota. Ada tikus di auditor keuangan, ada tikus di
aparat penegak hukum, ada tikus di
sekretariat, ada tikus di parlemen daerah. Bahkan, ada tikus di agamawan, ada
tikus di lembaga swadaya masyarakat, banyak
juga tikus di media. Semuanya tikus?. Nyaris semuanya. Ini kan negeri tikus. Yaw ajar
saja yang tampil sebagai para pemimpin adalah para tikus. Wajar juga jika enam ratus milyar sebagian
besar habis dikerat. Yang sedikit adalah membangun sarana untuk rakyat.
Surat kabar umum mingguan SF lantas menelusuri
bagaimana modus kerat mengerat
itu dilakukan. Tak bermaksud
untuk menghentikan pesta
mengerat uang rakyat, tentu. SF kan bukan aparat penegak hukum. Biarkan saja pesta berlangsung
terus, karena mungkin saja aparat penegak hukumnya juga tikus yang ingin ikut
berpesta. Biarkan saja pesta berlangsung terus, karena parlemen tikus juga ingin ikut
berpesta Biarkan saja pesta berlangsung
terus, karena banyak juga lembaga
swadaya masyarakat dan tikus media yang ingin ikut berpesta. Hanya rakyat kecil yang tak boleh ikut berpesta.
Ada tikus mulia yang gerah melihat kondisi ini. Ia gerah bukan karena ingin pesta segera
bubar. Ia justeru ingin pesta pora
berjalan seperti biasa. Ia hanya
menginginkan agar pesta pora tidak diketahui rakyat kecil. Bukan apa apa, jika
semua rakyat kecil bersatu karena kemarahan tak dapat ikut berpesta, maka rusaklah kota ini. Rusak pulalah namanya yang ia merasa mulia. Padahal, ia tidak mulia. Ia sama saja dengan yang lain. Ia tikus
biasa yang tidak mulia. Ia merasa mulia karena aibnya belum ada yang
berani mengotak-atik. Tapi ia adalah
pejabat, pejabat tinggi sekali. Ia tak
mau pesta pora kaum birokrat tercium
oleh rakyat.
“Media jangan bikin gerah”, ia bertitah
pada aparat bidang pembinaan
media. Tapi, pejabat pembina media juga sedang asyik perpesta pora. Pembinaan
identik dengan mengalirnya anggaran
untuk dibagi-bagikan. Dan ia akan membagi-bagikan kemanapun yang ia suka, walau
medianya telah binasa. Mungkin ia lupa
bahwa yang dimaksud dengan pembinaan adalah membangun masyarakat sipil yang
madani, bukan membangun masyarakat sipil
yang ikut korupsi !.
0 komentar:
Posting Komentar